Minggu, 23 Januari 2011

Kisah tentang Nasehat seorang Ayah kepada Putrinya

oleh Mimbar Dakwah Islam pada 10 Januari 2011 jam 14:25
 
 
Sebuah kisah yang tertuang dalam sebuah hadits yang panjang, menceritakan tentang nasehat seorang ayah kepada putrinya berkaitan dengan suaminya.

Abdulloh bin Abbas rodhiyallohu anhuma berkisah : "aku terus berkeinginan kuat untuk bertanya kepada Umar ibnul Khaththab rodhiyallohu anhu tentang siapakah dua istri Nabi Shollallohu alaihi wa Sallam yang dinyatakan dalam perkataan Alloh Subhanahu wa Ta'ala :

إِنْ تَتُوبَا إِلَى اللهِ فَقَدْ صَغَتْ قُلُوبُكُمَا


"apabila kalian berdua bertaubat kepada Alloh, maka sungguh hati kalian berdua telah condong (untuk menerima kebaikan)…." (QS.At Tahrim : 4).

Hingga ketika aku berhaji bersamanya, aku mendapatkan kesempatan itu. Saat itu Umar berbelok dari jalan yang semestinya dilalui karena hendak buang hajat. Aku pun ikut belok bersamanya dengan membawa seember air. Setelah selesai dari buang hajat, aku menuangkan air di atas kedua tangannya, hingga ia pun berwudhu. Aku pun bertanya, "Wahai Amirul Mukminin, siapakah dua orang istri Nabi Shollallohu alaihi wa Sallam yang Alloh Subhanahu wa Ta'ala nyatakan dalam kalamNya :

إِنْ تَتُوبَا إِلَى اللهِ فَقَدْ صَغَتْ قُلُوبُكُمَا

Umar menjawab : "mengherankan sekali kalau engkau sampai tidak tahu siapa keduanya, wahai Ibnu Abbas! Keduanya adalah Aisyah dan Hafshoh."

Kemudian Umar mulai berkisah sebab turunnya ayat tersebut, beliau berkata :

"aku dan tetanggaku dari Anshor berdiam di Bani Umayyah bin Zaid, mereka ini termasuk penduduk yang bermukim di kampung-kampung dekat kota Madinah. Kami berdua biasa saling bergantian untuk turun menemui Nabi Shollallohu alaihi wa sallam guna mendengarkan ilmu yang beliau sampaikan, sehari gilirannya dan hari berikutnya giliranku. Bila giliran aku yang turun dan aku mendapati berita hari tersebut, baik berupa wahyu ataupun selainnya, aku mesti datang menemui temanku guna menyampaikan semua yang kudapatkan, apabila gilirannya, ia pun melakukan hal yang sama.

Kami ini orang-orang Quraisy sangat dominan atas istri-istri kami, mereka tunduk sepenuhnya pada kehendak kami dan kami tidak pernah melibatkan mereka sedikitpun dalam urusan kami. Tatkala kami datang ke negeri orang-orang Anshor, kami dapati ternyata mereka dikalahkan oleh istri-istri mereka. Istri-istri mereka turut angkat suara dalam urusan mereka dan berani menjawab. Maka mulailah wanita-wanita kami mengambil dan mencontoh kebiasaan wanita-wanita Anshor. Suatu ketika, aku marah kepada istriku, ternyata ia berani menjawab ucapanku dan membantahku, aku pun mengingkari hal tersebut. Istriku malah berkata : "Mengapa engkau mengingkari apa yang kulakukan ? Padahal demi Alloh, istri-istri Nabi Shollallohu alaihi wa Sallam berani menjawab dan membantah beliau. Sungguh salah seorang dari mereka pernah sampai memboikot Nabi Shollallohu alaihi wa sallam dari awal siang sampai malam hari."

Aku terkejut dengan penyampaian istriku, "Sungguh merugi yang melakukan hal itu,” tukasku. Kemudian aku mengenakan pakaianku secara lengkap, lalu turun ke Madinah menuju rumah putriku Hafshoh.

"Wahai Hafshoh, apakah benar salah seorang dari kalian pernah marah pada Nabi Shollallohu alaihi wa Sallam dari awal siang hingga malam hari?" tanyaku meminta keterangan.

"Iya," jawab Hafshoh.

"Kalau begitu engkau merugi, apakah engkau merasa aman bila Alloh Subhanahu wa Ta’ala sampai murka disebabkan Rosululloh Shollallohu alaihi wa Sallam dibuat marah, hingga akhirnya engkau akan binasa ?, jangan engkau banyak meminta kepada Nabi Shollallohu alaihi wa Sallam, jangan engkau menjawab dan membantah beliau dalam suatu perkara pun serta jangan berani memboikot beliau, mintalah kepadaku apa yang engkau inginkan, jangan sekali-kali membuatmu tertipu dengan keberadaan madumu, Aisyah, ia lebih cantik darimu dan lebih dicintai oleh Nabi Shollallohu alaihi wa Sallam." Demikianlah aku menasihati Hafshoh.

Sebelumnya kami telah memperbincangkan bahwa Ghossan telah memakaikan sepatu pada kuda-kudanya guna memerangi kami.

Turunlah temanku si orang Anshor pada hari gilirannya. Pada waktu Isya’, ia kembali pada kami. Diketuknya pintu rumahku dengan keras seraya berkata, "Apa di dalam rumah ada Umar?” Aku terkejut lalu keluar menemuinya. Temanku itu berkata : "pada hari ini telah terjadi peristiwa besar."
"Apa itu? Apakah Ghossan telah datang ?" tanyaku tak sabar.
"Bukan, bahkan lebih besar dari hal itu dan lebih mengerikan, Nabi Shollallohu alaihi wa Sallam telah menceraikan istri-istrinya," jawabnya.

"Telah merugi Hafshoh. sungguh sebelumnya aku telah mengkhawatirkan ini akan terjadi,” tukasku.

Kemudian kukenakan pakaian lengkapku, lalu turun ke Madinah hingga aku menunaikan sholat shubuh bersama Nabi Shollallohu alaihi wa Sallam. Selesai sholat Nabi Shollallohu alaihi wa Sallam masuk ke masyrobah beliau dan memisahkan diri dari istri-istrinya di tempat tersebut. Aku pun masuk ke rumah Hafshoh, ternyata kudapati ia sedang menangis : "apa yang membuatmu menangis ?" tanyaku, bukankah aku telah memperingatkanmu dari hal ini, apakah Nabi Shollallohu alaihi wa Sallam menceraikan kalian ?”

"Saya tidak tahu, beliau sedang menyepi di masyrobahnya," jawab Hafshoh.

Aku keluar dari rumah Hafshoh, masuk ke masjid dan mendatangi mimbar, ternyata di sekitarnya ada beberapa orang, sebagian mereka tengah menangis. Aku duduk sebentar bersama mereka, namun kemudian mengusik hatiku kabar yang kudapatkan hingga aku bangkit menuju ke masyrobah di mana Nabi Shollallohu alaihi wa Sallam sedang berdiam di dalamnya. "mintakan izin Umar untuk masuk," ucapku kepada Robah, budak hitam milik beliau yang menjaga masyrobahnya. Ia pun masuk dan berbicara dengan Nabi Shollallohu alaihi wa Sallam, kemudian kembali menemuiku. "Aku telah berbicara kepada Nabi dan aku menyebut dirimu di hadapan beliau namun beliau diam saja," ujarnya.

Aku berlalu, hingga kembali duduk bersama sekumpulan orang yang berada di sisi mimbar. Hatiku kembali terusik dengan kabar yang kudapatkan hingga aku bangkit menuju ke masyrobah, bertemu dengan Robah dan berkata kepadanya, "Mintakan izin untuk Umar.” Ia masuk ke masyrobah kemudian kembali menemuiku. "Aku telah menyebut dirimu di hadapan beliau namun beliau diam saja," ujar Robah.

Aku kembali duduk bersama sekumpulan orang yang berada di sisi mimbar. Namun kemudian hatiku kembali terusik dengan kabar yang kudapatkan hingga untuk ketiga kalinya aku bangkit menuju ke masyrobah, bertemu dengan Robah dan berkata kepadanya, "Mintakan izin untuk Umar.” Ia masuk ke masyrobah kemudian kembali menemuiku. "Aku telah menyebut dirimu di hadapan beliau namun beliau diam saja,” ujarnya lagi.

Ketika aku hendak berbalik pergi, tiba-tiba Robah memanggilku, "Nabi Shollallahu alaihi wa Sallam telah mengizinkanmu untuk masuk,” katanya.

Aku segera masuk menemui Rosululloh Shollallohu alaihi wa Sallam, ternyata beliau sedang berbaring di atas tikar, tidak ada alas di atasnya hingga tampak bekas-bekas kerikil di punggung beliau, bertelekan di atas bantal dari kulit yang berisi sabut. Aku mengucapkan salam kepada beliau, kemudian dalam keadaan berdiri aku berkata: "wahai Rosululloh, apakah engkau menceraikan istri-istrimu ?"

Beliau mengangkat pandangannya : "Tidak," jawab beliau.

"Allohu Akbar," sambutku. Masih dalam keadaan berdiri aku berkata, "Izinkan aku untuk melanjutkan pembicaraan, wahai Rosululloh ! Kita dulunya orang-orang Quraisy mengalahkan istri-istri kita, namun ketika kita datang ke Madinah kita dapati mereka dikalahkan oleh istri-istri mereka." Nabi Shollallohu alaihi wa Sallam tersenyum.

Aku kembali bicara : "wahai Rosululloh, andai engkau melihatku masuk ke tempat Hafshoh, aku katakan padanya : "jangan sekali-kali membuatmu tertipu dengan keberadaan madumu, Aisyah, ia lebih cantik darimu dan lebih dicintai oleh Nabi Shollallohu alaihi wa Sallam." Nabi Shollallohu alaihi wa Sallam tersenyum lagi, aku pun duduk ketika melihat senyuman beliau. Kemudian aku mengangkat pandanganku melihat isi masyrobah tersebut, maka demi Alloh aku tidak melihat ada sesuatu di tempat tersebut kecuali tiga lembar kulit, aku pun berkata : "mohon engkau berdoa kepada Alloh Subhanahu wa Ta'ala agar Alloh Subhanahu wa Ta'ala memberikan kelapangan hidup bagi umatmu, sungguh Alloh Subhanahu wa Ta'ala telah melapangkan kepada Persia dan Romawi, padahal mereka tidak beribadah kepada Alloh Subhanahu wa Ta'ala."

Nabi Shollallohu alaihi wa Sallam duduk dari posisi bersandarnya, seraya berkata : "apakah engkau seperti itu, wahai putranya Al-Khaththab ?, sungguh mereka itu adalah orang-orang yang disegerakan kesenangan mereka di dalam kehidupan dunia."

"wahai Rosululloh, mohonkanlah ampun untukku," pintaku.

Nabi Shollallohu alaihi wa Sallam memisahkan diri dari istri-istrinya selama 29 malam disebabkan pembicaraan yang disebarkan oleh Hafshoh kepada Aisyah rodhiyallohu anhuma. Beliau mengatakan : "aku tidak akan masuk menemui mereka selama sebulan,"

Hal ini beliau lakukan karena kemarahan beliau yang sangat kepada mereka di mana Alloh Subhanahu wa Ta’ala sampai mencela beliau dikarenakan perkara dengan mereka."

(HR. Al Imam Al Bukhori rohimahullohu dalam kitab Shohihnya no. 5191, bab Mau'izhoh Ar Rojul Ibnatahu li Hali Zaujiha)


0 komentar:

Posting Komentar